. My Home: Manusia murahan

Jumat, 24 Juni 2011

Manusia murahan

Sekarang kok sampeyan berhenti jadi kontraktor, kenapa kang?” tanya simbah pada suatu sore pada seorang mantan kontraktor sukses,
“Waduh mbah, jadi kontraktor susah makan harta halal. Lagian harus sabar bergaul bareng tikus-tikus tengik, manusia iblis murahan, dan kaum bejad,” demikian jawabnya.
“Weh, kok bisa begitu. Lha yang saya lihat, mereka itu malah bisa gaul sama pejabat, manager perusahaan, dekat sama walikota, bupati, camat dan pejabat-pejabat terhormat,” simbah menimpali.
“Itu tampak luarnya mbah. Apus-apusan thok. Dari luarnya memang kajen keringan. Tapi dalemnya bosok, mambu, dan mbikin orang sehat bisa muntah hebat, ” katanya.

Lhadalah, simbah mangkin tertarik saja mengikuti obrolan itu. Pingin tahu, ada apa dengan kehidupan para kontraktor proyek yang biasanya sugeh-sugeh mblegedhu itu.

“Coba simbah pikir, itu para bupati yang kalo lewat orang sama mundhuk-mundhuk pada mereka, yang mundhuk-mundhuk itu tertipu. Pejabat-pejabat itu harganya murah mbah. Bayangin, buat ngegolin satu proyek, kok ya mau-maunya mereka itu saya sogok murah. Lha gimana gak murah, wong mereka itu harga sogokannya cuma senilai uang yang saya habiskan di bar semalem je…” kata mantan kontraktor itu mulai bercerita.

“Weh, gitu ya? Lha apa semuanya kayak gitu tho?” tanya simbah pingin tahu.
“Pemegang kebijakan waktu itu pasti begitu mbah. Sogokannya macem-macem lagi. Yang lucu itu manager proyek yang namanya si Panuroto itu. Itu manager galak tapi paling takut sama istri. Saya pernah gol kontrak proyek sama dia hanya gara-gara urusan sepele…” katanya sambil senyum setengah tertawa.
“Apa itu?” tanya simbah.
“Dia bilang, kalo saya bisa melepaskan jeratan isterinya maka dia kasih kontrak proyek itu ke saya. Ya malem itu juga saya pergi ke rumahnya bertamu. Saya bilang sama dia dengan agak kenceng, agar isterinya denger, bahwa si Panuroto itu dipanggil meeting sama pak pejabat malam itu juga. Pokoknya urusan dadakan dan penting. Ya sudah, dengan restu isterinya si Nyai Gudig Lukito, pergilah denmas Panuroto itu bareng saya. Di pertigaan jalan kami berpisah. Saya pulang bawa kontrak proyek, si Panuroto ndugem sampai berhari-hari dengan sejahtera adil makmur sentosa.”

“Welhadalah, ha kok sepele temen rek…” sahut simbah.
“Itulah mbah, saya muak sama pekerjaan itu. Bukan ini yang saya cari dalam hidup. Duit memang banyak saat itu. Saya sampek bingung, buat apa ini duit. Kekuasaan juga ada. Itu si bupati wilayah Jowo Kulon itu disanjung-sanjung bak orang terhormat. Tapi kalo sudah di ruangan bareng saya, kaki saya bisa saya tarok di meja dia. Kadang kupingnya saya jewer-jewer kalo ada yang gak beres, saya tuding-tuding wajahnya, saya bentaki diem saja tuh orang. Wis lah, sudah tak beli semua pejabat-pejabat bejad itu. Lagian murah sih,” katanya santai.

“Lha apa semua kontraktor proyek kayak gitu bang?” tanya simbah lagi.
“Kalo mau sukses ambil kerja besar dan cepet kaya harus gitu. Sogok itu hukumnya fardhu ‘ain, malah mungkin fardhu ngghoin. Sudahlah, saya lebih suka jadi pengusaha kecil-kecilan kayak sekarang ini. Duit pas-pasan tapi ati tentrem.”

Simbah banyak mengambil manfaat dari percakapan sore itu. Percakapan itu asli adanya, tentunya dengan sedikit simbah edit sana sini. Ternyata dunia ini rimbaraya hung liwang liwung. Isinya manusia yang bermutasi jadi iblis, jin iprit, banaspati, demit, semuanya nggragas, ngglathak, malak, dan tamak. Beberapa manusia masih murni manusia, tapi mangkin terpinggirkan. Cuma dapet sepiring kecil barang halal, namun menentramkan. Sedangkan yang lain, mencari ketentraman di balik kerakusannya pada harta dan isi dunia yang sudah tua.

Imam Ghazali bilang, dunia ini ibarat wanita yang tuwek ngekek umurnya. Cuma dia itu pandai bersolek. Lha pemuda-pemuda culun berbekal napsu rakus banyak yang kepencut sama mbah jompo yang bersembunyi dibalik make up tebal itu. Semua rebutan. Semua ngantri jadi korban. Setelah mati, cuma diuyuhi sama mbah jompo itu dengan tanah urugan 2×1 meter sedalam 2 meter.

Readmore...

Tidak ada komentar: