. My Home: MALING

Jumat, 24 Juni 2011

MALING

Kemarin Sabtu simbah pulang kampung ke Solo. Baru ke Jakarta lagi hari Selasa. Ada kejadian yang mbikin simbah agak miris sewaktu simbah balik ke Jakarta.

Sore itu simbah naik bis jurusan Solo-Jakarta. Di awal perjalanan, sang sopir dan kenek yang bertugas mendapat tawaran ngangkut barang sejumlah 15 karung. Sang Kondektur prengas prenges mengiyakan, karena ini berarti obyekan alias sabetan di luar inkam rutin dari penumpang resmi. Toh kalo diperiksa, penumpangnya cocok jumlahnya. Yang pasti gak diperiksa adalah bagasi, karena itu sudah pasti barang-barang milik penumpang.

Namun pada kasus ini kenyataannya tidak. Barang yang di bagasi itu adalah barang titipan yang harus diantar ke tujuan, yang tentu saja dengan biaya angkut tersendiri. Nah ini adalah kue buat sopir, kenek dan kondekturnya. Maka dengan semangatnya mereka njemput barang tersebut.

Simbah kira barang itu adalah beras sejumlah 15 karung. Setelah ketemu karungnya, jebulaknya karung itu berisi pete sak arat-arat. Lagian karungnya gedhe-gedhe. Maka dengan setengah mekso, karung itu dijejel-jejelkan ke bagasi. Sisanya yang 3 karung karena bagasi gak muat lagi, dijejelne ke toilet… Hwarakadah, bus yang judulnya “Bus Eksekutip AC Toilet” akhirnya kehilangan toiletnya karena dijejeli pete telung karung. Oalaah, dasar manungso ngrekes…

Dari 5 orang oknum bus yang terlibat pengangkutan pete itu, yang 2 orang langsung teler kambonan pete. Sedangkan yang 3 orang bertugas seperti biasa. Simbah sudah ngerasa gak enak duluan. Lha ini bus jelas-jelas main korupsi, simbah kawatir terjadi apa-apa di jalan. Apalagi saat oknum pegawai bus itu lagi ngangkut karung, tiba-tiba juragan bus tersebut lewat… kontan saja para oknum pegawai korup itu pecicilan bersembunyi dan pura-pura tak terjadi apa-apa.

Setelah beres mengurus angkutan haram itu, bus pun berangkat dengan sentausa. Namun sesampainya di Boyolali, bus yang simbah tumpangi mau nubruk bus yang ada di depannya yang kebetulan ngerem mendadak. Rupanya bus yang di depan simbah kedapatan ada 2 orang, entah pengamen yang nodong atau malah copet, sedang diboboki dan digajuli sak kayange oleh massa.

Melihat kejadian itu sopir, kondektur dan kenek yang menyaksikan adegan itu berkomentar.. :

“Nyuoh kowe… modar pora.. hayo boboki aja. Ben kuapok.. dasar maling. Hayoh koploki sisan!!” sang kondektur nyemangati.

“Weleh.. maling nekat. Bandemi pisan ben kapok. ..” yang lain ikut menimpali. Sedangkan simbah sendiri miris. Ha wong menyaksikan 2 pemuda harapan bangsa dibandemi sampai kojor. Bahkan sesampai di kantor polisi pun, 2 oknum maling atau penodong itu pun masih diboboki di depan aparat. Herannya aparat polisi yang bertugas diem saja.

Coba sampeyan pikirken…., kondektur, kenek dan sopir yang jelas-jelas bareng-bareng maling hak boss mereka pun masih berkomentar miring pada maling lain yang kebetulan dibonyoki rame-rame. Apa mereka gak nyadar kalo sebenarnya derajat mereka pun jebulaknya sama. Sesama maling, tapi gak nyadar.

Barangkali yang begini juga yang dialami bangsa ini, sehingga korupsi gak bisa ilang. Ha wong yang mbrantas dan yang dibrantas, sama-sama koruptor. Yang dibrantas adalah koruptor tulen, yang mbrantas adalah koruptor laten berpotensi besar, atau setidaknya koruptor dengan lepel lebih kecil.

Bahkan korupsi pun merangsek masuk di meja pasien simbah. Beberapa oknum pasien seringkali merayu-rayu minta dibuatkan surat sakit. Biasanya kebanyakan terjadi di hari Senen. Soalnya minggunya biayakan dan pecicilan, nah pas hari senennya males-malesan masuk kerja. Akhirnya sang dokter dilibatkan buat korupsi. Ada dokter yang senang hati membuatkan secarik surat korupsi itu asalkan taripnya sesuai, namun buat simbah hal yang begini ini penyakit sampah masyarakat. Ratusan bahkan mungkin ribuan karyawan yang biasa bernaung di bawah bendera “wong cilik” seringkali terlibat korupsi kelas ceremende ini.

Namun kalo sudah turun ke jalan, mereka dengan nyaringnya meneriakkan slogan “Berantas Korupsi” dengan sambil nyanyi-nyanyi dan sambil mledang-mledingke bokong ke kanan dan ke kiri. Sedih….

Satu pelajaran lain yang juga simbah ambil dari kejadian di perjalanan itu adalah, betapa sebagian orang untuk nyari sesuap nasi membutuhkan usaha sedemikian gigih dan ngedab-edabi. Dua pemuda yang simbah saksiken itu, koret-koret sesuap nasi dengan bertaruh nyawa di jalan haram. Kru bus yang pasti punya anak isteri itu, biayakan ngempet bau pete buat nyukupi kebutuhan keluarganya. Sayang, rejekinya dijemput di jalan yang salah.

Sedangkan di sisi lain, di negeri tercinta ini juga, sebagian orang menghabiskan 2 juta ripis buat beli sempak bin CD, 5 juta ripis ludes hanya buat beli dasi, puluhan juta ripis menguap buat belanja pupur sama benges buat mbengesi lambe kaum hedonis. Sedangkan kelompok yang lain sibuk membuat tontonan yang mempertontonkan gaya hidup kaum bersempak 2 juta ripis itu di layar kaca, yang membuat 2 pemuda copet beserta kaumnya itu terngowoh-ngowoh mati kepengen.

Coba sampeyan bayangkan, jika sampeyan dan tetangga sekampung semuanya lawuhnya tempe dan krupuk, simbah kira krupuk dan tempe itu akan terasa lezat. Namun bayangkan jika tiba-tiba ada 2 keluarga petentang petenteng nyangking iwak pitik beserta sampil wedhus yang diguyur kuah santen sampek mlekoh… trus makan temblang-tembleng secara demonstratip di depan mata orang sekampung, simbah yakin coklatpun serasa tai kucing, apalagi krupuk sama tempe…

Wis embuhlah…. simbah mumet dewe iki.

Readmore...

Tidak ada komentar: