. My Home: 06/11

Jumat, 24 Juni 2011

Manusia murahan

Sekarang kok sampeyan berhenti jadi kontraktor, kenapa kang?” tanya simbah pada suatu sore pada seorang mantan kontraktor sukses,
“Waduh mbah, jadi kontraktor susah makan harta halal. Lagian harus sabar bergaul bareng tikus-tikus tengik, manusia iblis murahan, dan kaum bejad,” demikian jawabnya.
“Weh, kok bisa begitu. Lha yang saya lihat, mereka itu malah bisa gaul sama pejabat, manager perusahaan, dekat sama walikota, bupati, camat dan pejabat-pejabat terhormat,” simbah menimpali.
“Itu tampak luarnya mbah. Apus-apusan thok. Dari luarnya memang kajen keringan. Tapi dalemnya bosok, mambu, dan mbikin orang sehat bisa muntah hebat, ” katanya.

Lhadalah, simbah mangkin tertarik saja mengikuti obrolan itu. Pingin tahu, ada apa dengan kehidupan para kontraktor proyek yang biasanya sugeh-sugeh mblegedhu itu.

“Coba simbah pikir, itu para bupati yang kalo lewat orang sama mundhuk-mundhuk pada mereka, yang mundhuk-mundhuk itu tertipu. Pejabat-pejabat itu harganya murah mbah. Bayangin, buat ngegolin satu proyek, kok ya mau-maunya mereka itu saya sogok murah. Lha gimana gak murah, wong mereka itu harga sogokannya cuma senilai uang yang saya habiskan di bar semalem je…” kata mantan kontraktor itu mulai bercerita.

“Weh, gitu ya? Lha apa semuanya kayak gitu tho?” tanya simbah pingin tahu.
“Pemegang kebijakan waktu itu pasti begitu mbah. Sogokannya macem-macem lagi. Yang lucu itu manager proyek yang namanya si Panuroto itu. Itu manager galak tapi paling takut sama istri. Saya pernah gol kontrak proyek sama dia hanya gara-gara urusan sepele…” katanya sambil senyum setengah tertawa.
“Apa itu?” tanya simbah.
“Dia bilang, kalo saya bisa melepaskan jeratan isterinya maka dia kasih kontrak proyek itu ke saya. Ya malem itu juga saya pergi ke rumahnya bertamu. Saya bilang sama dia dengan agak kenceng, agar isterinya denger, bahwa si Panuroto itu dipanggil meeting sama pak pejabat malam itu juga. Pokoknya urusan dadakan dan penting. Ya sudah, dengan restu isterinya si Nyai Gudig Lukito, pergilah denmas Panuroto itu bareng saya. Di pertigaan jalan kami berpisah. Saya pulang bawa kontrak proyek, si Panuroto ndugem sampai berhari-hari dengan sejahtera adil makmur sentosa.”

“Welhadalah, ha kok sepele temen rek…” sahut simbah.
“Itulah mbah, saya muak sama pekerjaan itu. Bukan ini yang saya cari dalam hidup. Duit memang banyak saat itu. Saya sampek bingung, buat apa ini duit. Kekuasaan juga ada. Itu si bupati wilayah Jowo Kulon itu disanjung-sanjung bak orang terhormat. Tapi kalo sudah di ruangan bareng saya, kaki saya bisa saya tarok di meja dia. Kadang kupingnya saya jewer-jewer kalo ada yang gak beres, saya tuding-tuding wajahnya, saya bentaki diem saja tuh orang. Wis lah, sudah tak beli semua pejabat-pejabat bejad itu. Lagian murah sih,” katanya santai.

“Lha apa semua kontraktor proyek kayak gitu bang?” tanya simbah lagi.
“Kalo mau sukses ambil kerja besar dan cepet kaya harus gitu. Sogok itu hukumnya fardhu ‘ain, malah mungkin fardhu ngghoin. Sudahlah, saya lebih suka jadi pengusaha kecil-kecilan kayak sekarang ini. Duit pas-pasan tapi ati tentrem.”

Simbah banyak mengambil manfaat dari percakapan sore itu. Percakapan itu asli adanya, tentunya dengan sedikit simbah edit sana sini. Ternyata dunia ini rimbaraya hung liwang liwung. Isinya manusia yang bermutasi jadi iblis, jin iprit, banaspati, demit, semuanya nggragas, ngglathak, malak, dan tamak. Beberapa manusia masih murni manusia, tapi mangkin terpinggirkan. Cuma dapet sepiring kecil barang halal, namun menentramkan. Sedangkan yang lain, mencari ketentraman di balik kerakusannya pada harta dan isi dunia yang sudah tua.

Imam Ghazali bilang, dunia ini ibarat wanita yang tuwek ngekek umurnya. Cuma dia itu pandai bersolek. Lha pemuda-pemuda culun berbekal napsu rakus banyak yang kepencut sama mbah jompo yang bersembunyi dibalik make up tebal itu. Semua rebutan. Semua ngantri jadi korban. Setelah mati, cuma diuyuhi sama mbah jompo itu dengan tanah urugan 2×1 meter sedalam 2 meter.

Readmore.....

MALING

Kemarin Sabtu simbah pulang kampung ke Solo. Baru ke Jakarta lagi hari Selasa. Ada kejadian yang mbikin simbah agak miris sewaktu simbah balik ke Jakarta.

Sore itu simbah naik bis jurusan Solo-Jakarta. Di awal perjalanan, sang sopir dan kenek yang bertugas mendapat tawaran ngangkut barang sejumlah 15 karung. Sang Kondektur prengas prenges mengiyakan, karena ini berarti obyekan alias sabetan di luar inkam rutin dari penumpang resmi. Toh kalo diperiksa, penumpangnya cocok jumlahnya. Yang pasti gak diperiksa adalah bagasi, karena itu sudah pasti barang-barang milik penumpang.

Namun pada kasus ini kenyataannya tidak. Barang yang di bagasi itu adalah barang titipan yang harus diantar ke tujuan, yang tentu saja dengan biaya angkut tersendiri. Nah ini adalah kue buat sopir, kenek dan kondekturnya. Maka dengan semangatnya mereka njemput barang tersebut.

Simbah kira barang itu adalah beras sejumlah 15 karung. Setelah ketemu karungnya, jebulaknya karung itu berisi pete sak arat-arat. Lagian karungnya gedhe-gedhe. Maka dengan setengah mekso, karung itu dijejel-jejelkan ke bagasi. Sisanya yang 3 karung karena bagasi gak muat lagi, dijejelne ke toilet… Hwarakadah, bus yang judulnya “Bus Eksekutip AC Toilet” akhirnya kehilangan toiletnya karena dijejeli pete telung karung. Oalaah, dasar manungso ngrekes…

Dari 5 orang oknum bus yang terlibat pengangkutan pete itu, yang 2 orang langsung teler kambonan pete. Sedangkan yang 3 orang bertugas seperti biasa. Simbah sudah ngerasa gak enak duluan. Lha ini bus jelas-jelas main korupsi, simbah kawatir terjadi apa-apa di jalan. Apalagi saat oknum pegawai bus itu lagi ngangkut karung, tiba-tiba juragan bus tersebut lewat… kontan saja para oknum pegawai korup itu pecicilan bersembunyi dan pura-pura tak terjadi apa-apa.

Setelah beres mengurus angkutan haram itu, bus pun berangkat dengan sentausa. Namun sesampainya di Boyolali, bus yang simbah tumpangi mau nubruk bus yang ada di depannya yang kebetulan ngerem mendadak. Rupanya bus yang di depan simbah kedapatan ada 2 orang, entah pengamen yang nodong atau malah copet, sedang diboboki dan digajuli sak kayange oleh massa.

Melihat kejadian itu sopir, kondektur dan kenek yang menyaksikan adegan itu berkomentar.. :

“Nyuoh kowe… modar pora.. hayo boboki aja. Ben kuapok.. dasar maling. Hayoh koploki sisan!!” sang kondektur nyemangati.

“Weleh.. maling nekat. Bandemi pisan ben kapok. ..” yang lain ikut menimpali. Sedangkan simbah sendiri miris. Ha wong menyaksikan 2 pemuda harapan bangsa dibandemi sampai kojor. Bahkan sesampai di kantor polisi pun, 2 oknum maling atau penodong itu pun masih diboboki di depan aparat. Herannya aparat polisi yang bertugas diem saja.

Coba sampeyan pikirken…., kondektur, kenek dan sopir yang jelas-jelas bareng-bareng maling hak boss mereka pun masih berkomentar miring pada maling lain yang kebetulan dibonyoki rame-rame. Apa mereka gak nyadar kalo sebenarnya derajat mereka pun jebulaknya sama. Sesama maling, tapi gak nyadar.

Barangkali yang begini juga yang dialami bangsa ini, sehingga korupsi gak bisa ilang. Ha wong yang mbrantas dan yang dibrantas, sama-sama koruptor. Yang dibrantas adalah koruptor tulen, yang mbrantas adalah koruptor laten berpotensi besar, atau setidaknya koruptor dengan lepel lebih kecil.

Bahkan korupsi pun merangsek masuk di meja pasien simbah. Beberapa oknum pasien seringkali merayu-rayu minta dibuatkan surat sakit. Biasanya kebanyakan terjadi di hari Senen. Soalnya minggunya biayakan dan pecicilan, nah pas hari senennya males-malesan masuk kerja. Akhirnya sang dokter dilibatkan buat korupsi. Ada dokter yang senang hati membuatkan secarik surat korupsi itu asalkan taripnya sesuai, namun buat simbah hal yang begini ini penyakit sampah masyarakat. Ratusan bahkan mungkin ribuan karyawan yang biasa bernaung di bawah bendera “wong cilik” seringkali terlibat korupsi kelas ceremende ini.

Namun kalo sudah turun ke jalan, mereka dengan nyaringnya meneriakkan slogan “Berantas Korupsi” dengan sambil nyanyi-nyanyi dan sambil mledang-mledingke bokong ke kanan dan ke kiri. Sedih….

Satu pelajaran lain yang juga simbah ambil dari kejadian di perjalanan itu adalah, betapa sebagian orang untuk nyari sesuap nasi membutuhkan usaha sedemikian gigih dan ngedab-edabi. Dua pemuda yang simbah saksiken itu, koret-koret sesuap nasi dengan bertaruh nyawa di jalan haram. Kru bus yang pasti punya anak isteri itu, biayakan ngempet bau pete buat nyukupi kebutuhan keluarganya. Sayang, rejekinya dijemput di jalan yang salah.

Sedangkan di sisi lain, di negeri tercinta ini juga, sebagian orang menghabiskan 2 juta ripis buat beli sempak bin CD, 5 juta ripis ludes hanya buat beli dasi, puluhan juta ripis menguap buat belanja pupur sama benges buat mbengesi lambe kaum hedonis. Sedangkan kelompok yang lain sibuk membuat tontonan yang mempertontonkan gaya hidup kaum bersempak 2 juta ripis itu di layar kaca, yang membuat 2 pemuda copet beserta kaumnya itu terngowoh-ngowoh mati kepengen.

Coba sampeyan bayangkan, jika sampeyan dan tetangga sekampung semuanya lawuhnya tempe dan krupuk, simbah kira krupuk dan tempe itu akan terasa lezat. Namun bayangkan jika tiba-tiba ada 2 keluarga petentang petenteng nyangking iwak pitik beserta sampil wedhus yang diguyur kuah santen sampek mlekoh… trus makan temblang-tembleng secara demonstratip di depan mata orang sekampung, simbah yakin coklatpun serasa tai kucing, apalagi krupuk sama tempe…

Wis embuhlah…. simbah mumet dewe iki.

Readmore.....

Penguasa Alam Ghoib

Sengaja simbah pake judul agak propokatip, biar sedikit penasaran. Padahal boleh jadi ceritanya tak seseram judulnya. Yang simbah ceritakan ini adalah kisah nyata. Yakni kisah tetangga simbah yang berpropesi sebagai paranormal alias dukun. Ini dukun terkenalnya malah justru di luar daerah simbah. Kalo para tetangga simbah malah nganggepnya wong kurang gaweyan.

Gimana gak kurang gaweyan, ha wong pernah sore-sore dijumpai si oknum ini lagi asik ngudud sledabh-sledubh, anehnya rokok yang diudud ada 2 batang. Yang sebatang diisep sampe nyodok ke pilternya, sedangkan yang satu lagi di taroh di depan mejanya. Sohib simbah nanya :

“Wheladalah, lagi ngapain pakdhe? Kok ngudud saja sampe dobel-dobel… lagi turah duit ya??”
Dia langsung nyahut, “Ssssst…. diem, ini saya lagi ngobrol asik sama jin botol. Lha ini dia sedang udud mantebh di depan saya. Temtu sahaja sampeyan gak bisa lihat. Cuman saya yang bisa lihat.”

Hwarakadah, ngakunya lagi ngobrol sama jin botol sinambi klepas-klepus. Mbuh.. sing edan sopo.. yang waras ngalah. Tapi sohib simbah ini suatu ketika penasaran juga. Lha pernah dengan gaya bak pemburu hantu, si pakdhe dukun ini tiba-tiba nangkep sesuatu dari udara trus dimasupin ke botol kosong. Lalu dia bilang, “Nih sudah saya penjara jin rumah sampeyan yang suka ngganggu. Sekarang sampeyan bisa ayem tentrem.”
Sohib simbah ini dengan mantabnya ngambil botol itu trus dibuka dan dibuang. Peduli amat sama jin rumah.

Akhirnya suatu ketika si sohib ini pingin nguji kebenaran gabrulannya si pakdhe dukun itu. Apakah memang dia ngomong jujur atau sebenarnya cuma nggedebus omong kosong. Maka ditantangnya lah si pakdhe dukun ini untuk uji nyali di malam hari, lewat di daerah wingit wal angker. Boleh jadi bisa menjemput penampakan.

Setelah ditentukan daerah sasaran yang wingit tadi maka ditantangnya lah si pakdhe dukun.

“Ayo pakdhe.. kita berburu hantu di kebon belakang itu. Kan itu daerah keramat kliwat-liwat. Siapa tahu dapet wangsit dan jimat… pakdhe kan ahlinya, penguasa alam ghaib.”

“Wah, sudah siap tho.. ngati-ati lho, itu daerah bener-bener angker. Jinnya ganas-ganas. Kalo memang berani, ayolah.” begitu sambutan si pakdhe, namun dengan suaru agak ragu, seperti menyimpan rasa takut.

Tepat lewat tengah malam, dimulailah perburuan jin. Tak disangka si pakdhe ngajak wadyabalanya dari kalangan pengikut setianya. Jumlahnya ada sekitar 5 orang.. malah jadi pating gumrudug. Saat itu Si pakdhe menyilakan sohib simbah untuk berjalan duluan di depan.

“Wah, pakdhe ini gimana tho… kok saya malah di depan, nanti kalo disamber banaspati kan repot, justru pakde yang di depan… kan penguasa alam danyang…”

“Bukan begitu, ini biar pakdhe bisa menangkal kalo ada apa-apa. Kalo dari belakang kan bisa lebih mantebh.”

Akhirnya sohib simbah berjalan paling depan. Perlu diketahui bahwa saat siang harinya, sohib simbah ini nemu boneka panda putih yang sudah bulukan di kebon belakang itu. Lalu oleh sohib simbah ini dipasang di pucuk pohon pisang di kebon itu. Karena disuruh berjalan duluan di depan, maka ditempuhlah rute melewati boneka panda putih tadi itu. Lha dasar sudah dipenuhi khayal dan dengan sedikit ngempet nguyuh karena takut, rombongan pakdhe itu nurut saja ngekor di belakang sohib simbah.

Tepat di pohon pisang yang ada boneka panda putihnya itu, sohib simbah berteriak kenceng…… :

“Hwaaaa…. apa ituu….??!! Apaa ituu….?? !!!! “
Kontan si pakdhe penguasa alam pedanyangan beserta rombongan ngibrit lari tanpa nengok-nengok lagi. Mlayu sipat kuping, rawe-rawe rantas, malang-malang ditendang. Apalagi mereka sempat melihat sekilas penampakan putih dengan mata item gede metangkring di pucuk pohon pisang.

Jiaaan.. gak patut blas… balung tuwekan biayakan pecicilan lari nabrak-nabrak pager di tengah malem. Yang ketawa ngakak adalah sohib simbah, meskipun pura-pura ikut lari, namun setidaknya sudah tahu, si pakdhe ini cuma dukun gadungan berbekal ludah sembur dan nggedebus secukupnya buat menangguk rupiah.

Perlu sampeyan ketahui, simbah punya cerita kayak gini ini sak tekruk. Semuanya mengungkap bahwa rata-rata apa yang disebut dukun atau paranormal itu banyak nggedebus dan bohongnya. Kedoknya terbuka dengan macem-macem trik dan cara. Kalo ada waktu simbah mau bagi-bagi trik sama sampeyan semua. Intinya jangan pernah sekalipun pergi merdukun, atau sampeyan akan rugi dunia wal akherot. Dunia sampeyan dibrakoti kantong sampeyan sama mbah dukun, sedang akherotnya gak diterima amal ngibadahnya.. Opo gak kojur…

Readmore.....

BEBAN HARTA

Sampeyan pernah naik sepur kelas ekonomi sambil mbawa duik tigapuluh juta ripis? Kira-kira rasanya pigimanah? Kira-kira sampeyan bisa tidur gak dengan kondisi seperti itu? Dengan kondisi keamanan sepur kelas ekonomi yang seperti sekarang, mbawa duik tigapuluh juta ripis di dalamnya adalah satu aktifitas yang menyiksa. Akan lebih menyiksa manakala duik itu adalah duiknya bos kantor dimana dia bekerja, yang harus diantar ke tujuan dengan selamat, dan kalo terjadi apa-apa harus ngganti… Mak nyuuut..

Bahkan jikalau bepergian di dalam fasilitas transportasi yang aman sekalipun, orang pingin bepergian dengan praktis dan aman. Gak mau direpotkan membawa-bawa barang yang malah membebani perjalanan. Maka menungso yang pikirannya begitu itulah yang setelah melalui ribuan tahun sejarah kemanusiaan, akhirnya menemukan yang namanya ATM dengan kartunya. Kartu kecil, gampang dibawa dan disimpan, yang manfaatnya lebih besar daripada mbawa tumpukan koper berisi tetek bengek bekal perjalanan.

Adalah konsep hidup model begitulah yang dianut salah seorang sohib simbah, yang tinggal di tlatah Javanese sono. Sebut saja namanya Abdul Ghani (bukan nama sebenarnya temtunya). Seorang yang sederhana, rumahnya kecil, anak banyak dengan segudang aktifitas yang menyibukkan dirinya sehingga hanya menyisakan sedikit waktu dia untuk nyari nafkah buat keluarganya.

Dengan waktu sehari yang cuma sekian jam untuk nyari duik itu, akhirnya membuat penghasilannya gak pernah banyak secara kuantitas. Maka tak terbersit sama sekali dalam hati Kang Abdul Ghani ini untuk bercita-cita jadi sugeh mblegedhu. Dia tahu diri, memang rejekinya hanya selevel koret-koret dasar kuali, alias rejeki kelas recehan.

“Yah, mau apalagi tho mbah hidup ini. Wong ya cuma mampir sekian puluh tahun, habis itu nggeblas lagi ke alam berikut. Mau sugeh ya akhirnya matek, mau miskin ya akhirnya matek. Lha wektu nyari duik cuma sebentar, ya memper lah kalo cuma dikasih segini. Yang penting cukup,” katanya pada suatu hari.

Kata yang terakhir itulah yang menjadi misteri buat simbah. “Yang penting cukup”. Dan memang begitulah adanya. Dengan anak yang pating drindil, yang saat ini kalo gak salah sudah lima anak, pigimanah mengandalkan rejeki kelas koretan dan lantas dengan klecam-klecem bisa ngomong dengan santai “Yang penting cukup”? Herannya memang bener-bener cukup. Anaknya bisa sekolah semua, makan sehari-hari cukup, bisa mbayar rekening tagihan bulanan, dan mantabhnya dia sangat mandiri.

Salah seorang rekan ngaji simbah menyebut rejekinya sebagai rejeki kelas “tuhia”. Yakni rejeki yang kalau pas “butuh” lalu sudah “tersedia”. Simbah melihatnya seperti orang yang bepergian gak bawa bawaan macem-macem, tapi ATM nya berisi duik dengan nominal puluhan digit. Klecam-klecem, cengar-cengir, gak repot, nyantai, gak terbebani dengan bawaan, tapi tiap kali butuh tinggal pencet-pencet tombol PIN dan duik dateng.

Bandingkan dengan Kang Panjul yang baru pertama kali blayangan ke Jakarta dari desanya di Gunung Kidul sana. Ha wong ke Jakarta kok mbawa baju lima koper karena takut gak sempat umbah-umbah, mbawa klapa 10 butir yang katanya buat mbikin es degan di Jakarta, mbawa pitik babon lima ekor, plus pete limang renteng buat lalap. Penumpang model beginilah yang mbikin penumpang kendaraan angkutan umum lainnya jadi tersiksa.

Cuma masalahnya, punya rejeki tuhia itu gak gampang. Harus punya mental dan keyakinan mantabh pada Sang Pemberi dan Pengatur Rejeki. Ditambah lagi, harus punya PIN yang cocok, yakni doa yang makbul. Bayangkan, anak sakit, anak sekolah, anak kuliah, anak isteri butuh makan, dan kebutuhan lainnya tinggal sambat ke langit dengan penuh yakin, besoknya rejeki datang dengan beribu sebab dan jalan menghampiri rumahnya. Tentu saja dengan diiringi sikap harap-harap cemas, khauf dan roja. Dan ini sikap orang yang bertaqwa.

Banyak orang yang gak siap dengan gaya hidup seperti ini. Orang lebih memilih menjalani perjalanan hidupnya ala kang Panjul dari Gunung Kidul. Apa-apa punya atau dengan kata lain wajib kaya. Duik buat “kalo-kalo” anak sakit harus sudah ada, duik “kalo-kalo” ntar anak kuliah harus tersedia, duik “kalo-kalo” terjadi apa-apa sudah tersedia juga. Barulah jika segala “kalo-kalo” yang ditakutkan manusia itu terkafer semua, maka dia baru bisa tidur nyenyak, tidur pules, gak khawatir, gak cemas dan gak dihantui “hantu-hantu” kebutuhan pokoknya.

Kenyataannya tidak begitu. Ketika manusia jumpalitan mengusir rasa ketakutannya akan “kalo-kalo” yang hendak terjadi dengan menyiapkan harta sebanyak-banyaknya, disini dia dihantui dengan ketakutan yang lain. Yakni ketakutan akan kehilangan semuanya. Dia dituntut harus mempertahankan hartanya agar tidak hilang, habis serta gak dicolongi, dan itu adalah satu bentuk kesibukan tersendiri yang gak kalah menyiksanya. Hal yang gak pernah dialami kang Abdul Ghani atau penumpang yang gak bawa apa-apa selain selembar ATM bermuatan puluhan digit tadi.

Readmore.....

Teori ngladrah tentang DONGENG

Dongeng iku dipaido keneng. Dibantah gak masalah. Yang jadi masalah, dongeng biasanya dituturkan kepada anak-anak yang memang gak bisa maido. sehingga pasti akan ditelan bulet-bulet dan mentah-mentah, tanpa dimasak, dan tanpa dikunyah/dicerna.

Sampai saat ini dongeng masih menjadi menu favorit anak-anak sebelum tidur. Simbah sendiri masih melakukan ritual ini. Hanya saja, materi dongeng – meski dipaido keneng – haruslah dipilih yang benar-benar selektif. Ibarat milihken makanan buat anak-anak kecil. Jangan anak masih umur setahun sudah dikasih blanggreng, karena bisa kloloden sontrot pohung. Atau anak masih 4 bulan sudah dimut-muti permen ndhog cecak, wah bisa kisruh ususnya. Karena sekasar apapun itu makanan, asalkan kita masukkan ke mulut anak, ya telan aja. Sama halnya dengan materi dongeng.

Dongeng yang diceritakan pada anak akan membawa kesan yang dalam pada diri anak, dan itu akan dibawa sampai gedhenya. Maka tanamlah bibit yang benar, nanti akan menuai hasil yang benar pula.

Dibawah ini simbah cantumkan beberapa dongeng yang membawa pesan moral yang kurang baik bagi anak.

1. Kancil Nyolong Timun.
Ini dongeng paporit anak-anak. Tapi isinya ngajari nyolong sama ngajari ngapusi. Jangan-jangan banyaknya koruptor yang seliweran di Indonesia ini karena cilikannya pada didongengi Kancil Nyolong Timun sama guru TK dan Playgroupnya.

2. Joko Tarub.
Wah ini dongeng berbau Pornoaksi. Si Joko Tarub gaweannya nginjengi widodari adhus. Trus milih dan nyeleksi mana yang paling nyakdhut untuk dicolong selendangnya. Ini lebih parah lagi, sudah porno, nyolong lagi.
Mangkanya aktifitas pornoaksi susah dibrantas, ha wong dongeng paporitnya Joko Tarub je. Lagipula semakin hari semakin simbah rasakan kontes milih widodari-widodari ini semakin beragam. Ada Miss Universe, ada Miss Asean, Miss Call (ini ajang mencari Putri berbakat bidang Telpon seluler), Pemilihan Putri Indonesia, Putri Daerah, Putri Pantai, Putri Malu, Pemilihan gadis Cover Girls dan lain sebagainya.

3. Andhe-Andhe Lumut
Hwaduh ini lebih kacau lagi. Di adegan poro Klenthing dicegat sama Yuyu Kangkang, wah… ada adegan Sex Party Orgies, demi tercapainya kekarepan bisa nyabrang kali. Ini mendidik para gadis untuk melacurkan diri untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Lihatlah mal-mal, Blok M, atau dimanapun pusat perbelanjaan berada, mesti disitu sudah banyak berkleweran poro Klenthing tadi. Mulai Klenthing Ijo, Abang Biru, Coklat, Blontheng, Lorek sampai kelir Parang Rusak.. ada semua. Mereka sedang menunggu para Yuyu Kangkang me-yuyu-i dan meng-kangkang-i mereka agar bisa dapat HP, duit, dan segala piranti hidup serta piranti dugem sehari-hari mereka.

Lagi pula nama Yuyu Kangkang ini rancu. Ini bisa mengacaukan identitas seksual. Kalo Yu itu dipakai orang jawa untuk perempuan. sedangkan Kang untuk kaum laki. Dipakai bareng bisa menyebabkan kebingungan identitas seksual. Macem pendidikan dalam film Teletubbies, si Tinki Winki, Dipsi, Lala, dan Po, semuanya gak jelas identitas seksualnya. Malah ada yang berpendapat bahwa kucir rambut mereka itu melambangkan kaum homoseksual, baik itu gay ataupun lesbi…. wah kok sansoyo nggladrah teori simbah… Yang gak percaya jangan diteruskan mbacanya.

4. Sangkuriang
Ini jelas-jelas dongeng 21 tahun ke atas. Muatan pendidikan seksnya lebih kacau lagi. Ada incest, ada juga bestiality… wuih pengarang dongeng jaman dulu ternyata fantasinya semprul juga.

5. Loro Jonggrang.
Ini ngajari curang dalam tender proyek maupun nguriki proyek.

6. Dongeng Ki Ageng Selo.
Ini membangkitkan daya takhayul dan khurafat. Jelas-jelas bertentangan dengan Ki Ageng Benjamin Franklin yang memang bisa nangkep petir.

Untuk itu simbah saranken ngasih dongeng yang membangun buat anak-anak. Kecuali kalo sudah Lungsuran Anak-anak… sudah bisa milah dan milih. Itu saja tetap harus selektif milih tontonan.

Readmore.....

Orang Gila diantara orang yang waras

Sabtu sore kemarin, simbah dikagetkan dengan adanya seorang wanita berambut gaya Kopasus duduk ndeprok di depan pintu klinik. Dia minta minum dan dikasih minum sama karyawan klinik. Seusai nggarap pasien, simbah lihat si wanita Kopasus tadi masih ndeprok di tengah pintu klinik. Karena ngganggu jalan, simbah persilakan duduk di lincak yang sengaja simbah sediakan di depan klinik.

Rupanya si wanita Kopasus ini wanita yang gak genep otaknya. Tadinya dia hanya bercelana dalam saja saat lewat di gang depan klinik. Lantas oleh tetangga simbah dikathoki dengan kathok kolor. Meskipun gak begitu wangun, tapi mendingan, lha tinimbang cawetan thok.

Karena kasihan, seorang ibu-ibu memberi dia uang duaribu ripis. Uang itu dia terima. Simbah sempat nanya identitasnya, namanya Lina, sedang mencari temannya yang bernama Setyawati. Mbuh sopo, gak jelas. “Kamu ngapain kesini?” tanya simbah.

“Mau ketemu dokter,” jawabnya.
“Kamu sakit ya?” tanya simbah.
“Nggak, lagi bunting…” katanya agak gagap.
Glodhaak…!! Wah, simbah kaget juga. Gaweyane sopo ki?? Ha nek hamil tenan lak kasihan banget wanita ini. Simbah lihat memang perutnya membuncit. Hamil betul apa cacingen gak begitu jelas.

“Kamu ke bidan saja ya… saya gak menerima pasien hamil, karena disini ada bidan. gak enak sama bidannya…” begitu nasehat simbah.

Wanita itu pergi. Uang duaribunya ditinggal. Weleh, gak doyan duit rupanya orang ini. Sore itu simbah mikir terus, gak habis pikir tentang nasib wanita tersebut. Kalo bener hamil, opo yo wong edan juga yang menghamili? Mestinya wong waras tapi bejadnya ngungkuli iblis edan.

Dapuk kacarito, ha kok malemnya wanita datang lagi dituntun seorang tokoh RW masuk ke ruang praktek. Kepala dan badannya godres getih. Moncrot ke seluruh kaos dan celana kolornya.

“Dok, tolong dok. Ini kepalanya bocor dok…” kata bapak yang mengantarnya. Segera saja simbah tangani wanita malang itu. Kepalanya robek tipis, sekitar 4 cm. Tidak dalam, sehingga gak perlu dijahit. Namun darah yang keluar memang luar biasa banyak.

Simbah segera bertanya, mengapa jadi seperti itu si wanita Kopasus ini. Si bapak menceritakan, “Ini tadi dia mau masuk rumah bu Haji, lha disuruh pergi gak mau. Terus malah menyerang bu Haji. Anak bu Haji yang laki-laki tahu kejadian itu langsung turun tangan. Wanita ini dihajar sampai berdarah-darah gini dok..”

Duh, Gusti…. lakon kok macem-macem. Simbah gak bisa cross check cerita tersebut ke si wanita Kopasus itu. Cerita gak berimbang. Kejadian sebenarnya gak jelas. Si wanita waktu simbah tanya gak bisa menjelaskan. Cuma yang ada di batin simbah saat itu, simbah merasa wanita Kopasus yang gak genep otaknya itu didholimi luar biasa.

Buat orang-orang yang merasa waras, si wanita itu dianggap gak waras. Tapi buat simbah, kelakuan orang-orang -yang ngakunya waras- terhadap wanita tersebut lebih gak waras lagi. Simbah jadi merinding, rupanya di tengah kewarasan sebagian tetangga simbah, dan dibalik kewarasan orang yang lalu lalang di depan hidung simbah, tersimpan kegilaan yang sewaktu-waktu bisa meledak bak bom waktu. Perbedaan gila dan waras jadi makin tipis. Makin susah dibedakan.

Bagaimana rasanya hati sampeyan kalo setelah ditelusuri identitasnya, ternyata wanita itu masih sedulur sampeyan? Walah jan, ngenes tenan.

Readmore.....

Biru

“Hanya perempuan yang mencintai suaminya yang mau menerima kesukaan suaminya walau itu menyakitkan”, kataku padanya. Dia, perempuan yang menjadi sahabatku lima tahun terakhir ini. Tak mudah mengatakan ini.

Nyatanya, cinta telah membekukan perasaannya. Dari caranya menjawab aku tahu itu. “Yaiyalah, dimana-mana, gak ada istri yang gak sayang suaminya!” katanya sambil tertawa.

Dia, sahabatku. Kupikir lima tahun bisa membuatku mengenalnya. Aku keliru. Aku tak pernah mengenalnya, dia sahabatku itu, ketika suatu hari sebuah kenyataan menamparku dengan keras. Dia, sahabatku, menjalin hubungan dengan pria beristri, berputri satu. Tak pernah kuduga, dia sahabatku.

Siapa bisa menyalahkan cinta? Toh, cinta memang datang sendiri, semaunya, menggoda relung hati, dan menyesatkan ketika hati yang dihampiri begitu mudah terlena. Siapa yang bisa menyalahkan cinta? Toh, cinta adalah karunia yang manusiawi menghinggapi perasaan, membuncahkan sensasi kebahagiaan, menggelapkan ketika penglihatan mata hati yang digodanya begitu mudah terbuai.

Dan sebagai manusia biasa, wajar jika aku membencinya. Itu, pilihan sahabatku. Luka di masa lalu telah mengeraskan hatiku. Atas alasan apapun, perselingkuhan bukan hal baik, bagiku, ntah kalian. Masih terekam kuat dalam memoriku. Hari dipenuhi pertengkaran, suara keras beradu argumen, siksa raga, siksa batin. Toh, ketika semua kembali normal, dan harta berharga sebuah perkawinan bisa diselamatkan, aku, gadis kecil berusia 9 tahun waktu itu, terlanjur merekam sebuah hal yang tidak bisa dikatakan bagus. Dan luka tetaplah luka. Walau telah mengering, bekas luka akan tertinggal menandai jaman. Sesekali, dia pasti terlihat, lalu kenangan buruk itu kembali menyapa. Hasilnya, aku membenci perselingkuhan, sangat.

“Tak ada satupun yang bisa memisahkan kami,” katanya. “Kecuali dia yang meminta!” Sungguh egois. “Bagaimana kalau dia menceraikan istrinya dan memilihmu?” tanyaku menyelidik. “Aku tak mau. Karena aku tak pernah memintanya memilih. Aku hanya ingin dia bahagia bersama istri dan anaknya!” “Dengan keberadaanmu?” nada tanyaku sinis. “Yup. Jika aku pergi, dia menderita!” jawabnya penuh percaya diri. “Kau tak pikirkan perasaan anaknya?” tanyaku ketus. “Anaknya tahu papanya punya perempuan lain”, jawabnya enteng. Gila, ini sungguh gila. Ntah aku, atau sahabatku itu yang gila. Yang pasti, hanya kata gila yang ada di kepalaku malam itu. Dia, sahabat yang kukenal lima tahun terakhir ini, menoreh perih teramat dalam persendian perasaanku. “Aku tak bisa menjagamu, maaf!” bisikku pilu, dalam hati. Aku menatapnya nanar.

Perdebatan kami berlanjut malam itu. Menyisakan kebekuan di antara dua sahabat. Nyatanya, waktu lima tahun tak mampu membantuku mengenalnya. Dia, sahabatku. Kutinggalkan dia, dengan keegoisannya, dan keegoisanku. Tak ada lagi kalimat yang bisa kuucapkan. Hanya sebuah kalimat penutup, “Walau aku tak pernah setuju dengan warna biru kesukaanmu, kau tetap sahabat baik bagiku!” Dia, sahabatku.

Readmore.....