. My Home: 05/11

Selasa, 31 Mei 2011

Sepoci Teh mongah

Sepoci teh mongah. Di samping monitor. Dia akan mengetik beberapa kata, lalu beralih menghirup keharuman melati di poci itu. Membiarkan sensasi rasa itu menyusup, pelan, lambat. SESAAT namun NIKMAT. Begitulah perempuan itu menikmati perjumpaan mereka. Dengan pria itu. Tanpa kata!

Di ujung lorong itu, pertama kali perempuan itu melihatnya. Di ujung lorong itu, kedua kalinya perempuan itu menemukannya. Di ujung lorong itu, ketiga kalinya perempuan itu sadar dia memang ada. Di ujung lorong itu, kesekian kali, perempuan itu yakin dia selalu kembali ada. Untuknya. Pria itu kembali!

‎”Aku menepi, bukan lari!” gumam perempuan itu. Jauh di hati dia begitu peduli. Pria itu. Bayangnya saja, perempuan itu hapal lekuknya. Perempuan itu menepi, bukan sembunyi. Di riangnya, pria itu yang dia ingat. Di sedihnya, pria itu yang dia sanjung. “Aku menepi karena aku begitu cinta.” Suara perempuan itu tersangkut di tepi hati. Menyimpannya sebagai rahasia. Sepoci teh meredam gemuruhnya.

Ada sesak di hatinya setiap kali pria itu melintas. Dia tak ubahnya elang di pucuk cemara. Tinggi menjulang. Dan perempuan itu tak lebih seekor cacing yang menggelepar kepanasan tanpa daya mencari lumpur untuk berendam. Jika dia ombak, pria itu adalah karang. Beku, bisu, angkuh. Perempuan itu hanyut dalam gemuruh.

“Suratnya sudah, Mbak?” suara itu muncul tiba-tiba di sebelahnya. Perempuan itu terhenyak. “Eh..iya, bentar!” Buru-buru dinyalakannya mesin printer. Sudah sejak tadi surat itu siap dicetak. Sebelum lamunan itu menyeretnya jauh ke tempat lain. Menyusuri lorong abu-abu di benaknya. Di sana, perempuan itu bisa mencumbu aromanya. Pria itu.

“Ini!” diserahkannya lembaran berkas itu pada temannya. “Jangan melamun saja! Awas kemasukan roh!” temannya itu tertawa menggoda. Perempuan itu tersenyum. Begitulah cara dia menyembunyikan kegetiran.

Dia kembali menatap monitor. Dimainkannya cursor. Menyisir setiap tautan. Status-status lucu dari beberapa teman di halaman facebook. Dia akan tertawa terhibur. Walau banyak juga yang hanya meratapi kesedihan, mengkritik tanpa argumen cerdas, atau mengumpat kasar pada orang yang jelas tak akan membacanya. Manusia sudah semakin aneh.

Beberapa tag note teman belum sempat dia baca. Deretan puisi dan cerita. Bibir perempuan itu mengukir senyum. Kata menjadi permainan yang sangat mengasyikkan rupanya. Di note-note itu, dia melihat aura jatuh cinta, kegundahan, ambisi, kesepian, pengharapan, amarah, juga pencarian. “Mmm…dunia maya begitu gamblang membuka tabir rahasia dunia nyata,” perempuan itu berpendapat.

Sesekali dia akan memasang video lagu di wallnya. Berbagi kesyahduan. Dibayangkannya orang-orang akan mengekliknya, dan turut menikmatinya. Perempuan itu kesepian. Dia tak pernah menyadarinya.

Sepoci teh mongah di samping monitor. Diseruputnya kemanisan kadar sedang penawar rindu. Keharuman melati menyusup pelan, lambat, sesaat namun nikmat. Dia mengenangnya. Pria itu. Wajahnya menghilang di teguk penghabisan. Tanpa kata!

Readmore.....

PRIA-PRIA MISTERIUS

Aku sedang menghitung ketukan ritme hujan ketika hape berbunyi nada sirine 911. Nomer yang sama. Tanpa nama. Masih seperti hari-hari sebelumnya, aku tak menggubrisnya. Pernah dia mengirim pesan. Kuatur strategi untuk mencari tahu lebih dalam. Mmmm…dia tak cukup pintar sebagai PRIA.

Gaduh petir menghantar kilat di balik kaca jendela. Nomer itu terus memanggil. Masa bodoh. Kucomot potongan brownis kukus tiramisu marble beku dari kulkas. Kunikmati kemanisan itu dengan pelan. Andai lemon tea mongah di mug dengan pegangan berbentuk Dalmation itu tak keburu hilang panas, mungkin aku enggan melepasnya. Kemanisan itu.

Seperti rasa pahit, rasa manis meninggalkan sensasi yang susah terlupakan. Itu yang kurasakan. Walau kutahu, kemanisan itu telah berlalu. Dan tak akan kembali sama.

“jwb telponku skali saja” bunyi SMS barusan. Nomer yang sama. Tanpa nama. Aku bergeming. Dia bertahan sebagai misteri. Aku pun berlaku sama. Impas.

Sesuai dugaanku. Dia seorang pria. Aku menjebaknya suatu hari, dengan nomerku yang lain. Panggilan terjawab. “Hallo..” Suara pria di ujung sana. Tepat!

Aku pernah bertanya identitasnya. Dia hanya tertawa. Lalu menciptakan kalimat ambigu. Mengombang-ambingkan rasa penasaran. Mmm..dia cukup pintar berdiplomasi sebagai PRIA.

Hujan telah reda. Gonggong anjing milik tetangga belakang rumah. Beberapa kali aku menguap. Capek sekali rasanya. Kubaringkan tubuhku di kasur tanpa seprei. Si Sapi masih menelungkup di depan tv. Biarlah. Aku sedang malas beranjak. Kantuk ini sangatlah dasyat.

Hape kembali berbunyi nada sirine 911. Nomer yang sama. Tanpa nama. Masa bodoh. Sayang jika energiku dihamburkan untuk meladeninya. Dia sangatlah PENGECUT untuk disebut pria!

Aku sedang menghitung ketukan ritme hujan yang kembali tiba. Gaduh petir menghantar kilat di balik kaca jendela. Kukatupkan mata menuju lelap. Aku mengingat dua nama. Di dunia nyata, mereka sama pengecutnya sebagai pria.

Aku ingin tidur cepat malam ini. Tanpa mimpi kupilih. Kan kunikmati semua itu…sebagai MISTERI!

Readmore.....

“I wanna DIE alone!”

“I wanna die alone!” tiba-tiba kepikiran buat mati saja. Entahlah!

Aku tergopoh-gopoh di malam itu. Mencari dukungan dan bantuan teman. Sebuah pesan menghentakku. “Aku tak percaya lagi dengan hidupku. Apalagi setelah bicara banyak denganmu. Aku semakin tahu siapa diriku. Aku mau pergi saja. Selamat tinggal. Terima kasih!” Entah darimana, aku punya topeng kebijakan untuk kupasang di wajahku. “Jangan bodoh! Allah menciptakan setiap manusia bukan tanpa alasan! Hargai itu!” Menyusul kalimat-kalimat lainnya mirip kata-kata mutiara di buku inspiring. Sebijak itukah aku?? Yang jelas, lega mendapatkannya tersenyum keesokan harinya dan mendapatkan sebuah pesan darinya. Aku tidak melakukan tindakan bodoh itu semalam!”

Aku terganga di tengah malam. “Hidupku kosong. Aku memang hidup. Tapi tanpa tujuan. Tanpa visi. Aku akan hidup, melewati hari dari pagi buta, siang, sore, malam. Begitu saja. Terulang lagi setiap harinya. Hanya sebagai rutinitas. Tanpa arti. Jadi untuk apa aku hidup?” Dan berlalulah dua jam di ujung malam itu dengan obrolan kami. Setidaknya, aku punya waktu untuk mengulur niatnya mengakhiri hidup. Pasti kemudian dengan suara kebijakan itu. Aku tidak tahu darimana mendapatkannya. “Hidup itu indah. Jika belum indah, ciptakan keindahan itu. Santai saja, aku punya banyak waktu untuk mengganggumu. Gak kangen aku ganggu ta???” Lalu aku tertawa. Seringan itukah aku??? Yang jelas, senang menemukan status-status FB nya mulai berubah genre. Aku tahu, dia baik-baik saja. Allah bersamanya.

Kawan-kawanku. Membuatku bertanya akan jalan pikiran mereka. Mengapa??? Dan aku menemukannya. Titik terapuh kekuatan manusia. Aku ingat Tuhan.....Aku tahu ini pikiran bodoh, idiot, stupid, wawo, cetek, dan sebagainya. Tapi aku menulisnya di anganku. “ … wanna die alone!” Capek, lelah, raga juga jiwa.

Aku masih tertegun. Lantas dengan cara apa aku mati??? Menabrakkan diri ke mobil di jalan depan?? Sungguh akan merepotkan banyak orang. Memutus urat nadi??? Aku takut melihat darah. Mengunyah racun tikus??? Setidaknya aku masih sadar, aku lebih berharga dari binatang. Menuliskan kematianku di lembaran buku “deathnote”??? Aku sedang tidak berada di sebuah film. Lalu??? Aku masih tertegun.

Inbox penuh pesan. Menyusul sebuah posting di akun twitter. “… wanna die alone!!!”. Komentar-komentar candaan [bahkan aku tak dipercaya orang untuk terlihat rapuh]. Petuah-petuah bijak. Motivasi. Inspirasi. Semangat. Oh, God, beginikah caramu menahanku??? Aku meneteskan air mata.

“Aku percaya, suatu saat jalan hidupmu berubah ke arah yang jauh lebih baik, dengan terus bersandar, tawakal hanya kepada Tuhan. Orang lain saja percaya dengan hidupku. Kenapa aku tidak?? Nafasku sesak.

Dhuha. Aku tertegun. Sebelum melangkah bergeser ke tempat yang lebih terang. Rumah Tuhan. Kaca mataku tak cukup pintar menyembunyikan kerapuhanku. “… wanna die alone??? Siapa aku hingga berani merebut kewenangan Tuhan??!!” Aku terduduk. Bersujud!”

Readmore.....

Lelakiku

Lelakiku, selamat pagi!

Pagi ini kusapa kau....
Penuh semangat dan gelora....
Dengan keyakinan aku menginginkanmu, membutuhkanmu, mengagumimu, menyayangimu, meski aku belum bisa memastikan kalau aku mencintaimu....

Lelakiku…

Aku menyukai keberadaanmu.
Adanya kau dalam ketahuanku membuatku merasa berarti, dibutuhkan, diingini, disayangi, meski aku ragu apakah aku dicintai.

Dalam ketidaktahuanku aku memang meragukanmu.
Tuturmu membuatku rapuh, berontak, manja, liar, sayang dan acuh.
Aku coba berpijak di satu titik keseimbangan.
Menyelami sendi-sendi kepercayaanku, dan menemukan satu keyakinan “aku bahagia mengenalmu”.

Lelakiku, maaf!

Aku masih melihatmu di ambang batas keraguanku.
Dalam batas ruang dan waktu aku ingin berlari.
Menembus batas.
Memelukmu.
Menghirup hembusan nafasmu.
Merasakan kau ada.
Bukan dalam imaji.
Sampai aku yakin “aku tak bisa kau tinggalkan”.

Lelakiku, bantu aku!

Meyakini keberadaanmu.
Bahwa kau yang teringin.
Bukan termimpi.
Nyata dan tersentuh.
Meski bukan dengan raga, hanya dengan rasa.

Lelakiku, selamat malam!

Jangan hadir dalam lelapku.
Biarkan saja sosok-sosok lain bersliweran dalam mimpiku.
Dan lenyap bersama dunia khayalku.
Jangan kau.
Karena aku ingin kau pastikan aku bahwa saat kelopak netra terbuka “aku menemukanmu”.

Readmore.....

Jumat, 27 Mei 2011

dan lalu....

Dan lalu...
Rasa itu tak mungkin lagi kini
Tersimpan di hati
Bawa aku pulang, rindu!
Bersamamu!

Dan lalu...
Air mata tak mungkin lagi kini
Bicara tentang rasa
Bawa aku pulang, rindu!
Segera!

Jelajahi waktu
Ke tempat berteduh hati kala biru

Dan lalu...
Sekitarku tak mungkin lagi kini
Meringankan lara
Bawa aku pulang, rindu!
Segera!

Dan lalu...
O, langkahku tak lagi jauh kini
Memudar biruku
Jangan lagi pulang!
Jangan lagi datang!
Jangan lagi pulang, rindu!
Pergi jauh!

Dan lalu...
Dan lalu...

Readmore.....

ketika burung itu mengepakan sayap

entah karna apa, beberapa hari ini beberapa bagian dalam otak selalu mengeluarkan keinginan untuk merangkai jejeran alfabet yg berwarna putih diatas kotak2 kecil berwarna hitam, dari satu huruf menjadi kata, satu kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf.
hingga tersusunlah semua itu menjadi cerita dalam alam simulakrum dan mengalir bagai ombak soliton.


ketika lelah hinggap, lamban menyelinap masuk dalam ulu hati, tak ubah setitik air yg meramban pelan namun pasti.
rapuh . . .
sang penerang malam, sang penyejuk siang, memberikan semacam kabar untuk satu gambaran tentang apa yg sebenarnya terjadi saat ini, disini, di alam ini, jauh di dasar jiwa ini.
heeyyyy . . . .
ada apa di dalam dasar jiwa ini . . .? mengapa terlalu pekat untuk bisa kumencari . . . ? ?
tok tok tok . . .
bolehkah aku mengetuk pintu dasar jiwa itu . . . ? ? ? hanya untuk sekedar ingin tahu tentang apa yg sebenarnnya terjadi.
mengapa tak ada satu sosok pun yg menjawab semua tanya itu . ?

telah menetes butiran lembut dari langit, ketika gelap mulai berangsur pergi.
satu persatu sandiwara itu mulai dimainkan kembali dengan para pemeran yg tak henti2nya berusaha untuk mengelabui satu sama lainnya.
nampak bercengkrama tiga burung kecil bertengger di untaian panjang kabel2 yg saling terhubung.
seakan mencoba untuk tak perduli dengan semua yg terjadi dengan segala kebohongan yg akan terjadi.
namun tak lama kemudian mereka terbang mengepakan sayap jauh keatas langit, karna di dasar jiwa mereka ...
mereka lelah untuk melihat segala kebohongan yang terjadi, tanpa di ketahui bahwa semua itu telah terjadi.

Readmore.....

Kamis, 19 Mei 2011

Cinta untuk DIA

Aku ingin menjadi ‘seseorang’
Bukan hanya menjadi ‘aku’
Setidaknya dimata ‘dia’

Nanti..
Sebelum aku bisa membuat ‘dia’ tersenyum.
Aku tdk akan pernah tertawa!
Aku mau ‘dia’ bahagia.
Biar terbayar semua pengorbanannya!
Jadi aku bisa merasa pantas jika bersamanya!

Kalau aku bisa membuat ‘dia’ bahagia!
Aku akan tersenyum puas.
Berarti semua perjuangan ku tdk sia-sia!
Dan aku bisa memeluk erat ‘dia’ dan pengorbanan nya.

Dulu..
Aku selalu membuat ‘dia’ menangis.
Aku selalu membuat ‘dia’ kecewa!

Sekarang tdk akan!
Air mata ‘dia’ begitu berarti,
jika hanya menangis karena aku!
Aku belum merasa pantas untuknya!

Biar aku melakukan ‘sesuatu’ buat ‘dia’
Mempertahankan ‘dia’ dalam hidupku!
Karena aku bukan apa-apa jika tanpa ‘dia’!

for: BS....nun jauh disana

Readmore.....

Jeritan hampa

Rasa ini menjerit..
Hati ini sakit perih tak tampak..
Batin ini bingung tak menentu..

Namun semua tertahan tak dapat menyeruak..
Tak ada yang tau, tak ada yang peduli..
Tak ada yang mendengar jeritan hampa ini..

Disini..
Senja tak menyapa Gunung..
dan hamparan airpun tak mendengar..
Jeritan nada yang terkalahkan..
oleh deburan teriakan ombak menghempas karang..

Aku tertawa dalam kekalutan..
Aku tertawa dalam hinaan diri..
Aku terenyuh diam tak menatap..
Tatapan hamparan lautan kosong dengan patahan harapan..
Aku terdiam membisu hanya dengan air mata..

Readmore.....

Minggu, 01 Mei 2011

Kesesalan

Dan kini aku semakin terpuruk
terporosok di jurang yg dalam
tak ada yg membantu atau menyongsongku
untuk keluar menghirup udara malam


oh tuhan mengapa menjadi seperti ini ?
bukan ini yg kuinginkan
kekecewaan, kekesalan, kecemburuan
rasa iri, dengki, amarah, nafsu dan kebingungan
melainkan suatu sisi yg indah
saat ku bisa membagi diriku dlm dua fase yg berbeda
jika aku telah salah langkah
mohon kau ingatkan aku
jangan kau biarkan aku semakin terpuruk sepi
karna sesungguhnya aku tak tahu ap yg harus kulakukan
hanya melihat, tanpa merasa .
terdengar gemuruh tawa, tanpa meraba
membuatku kosong dlm hampa
itu karma untuk diriku yang tega.
dan kini hanya menanti fajar menyingsing,.
berharap ini hanyalah sebuah mimpi dlm benakku..

Readmore.....

tak kuingin

tak kuinginkan ini terjadi
tak ku ingin kan ini begini
tak kuinginkan ini seperti ini
tapi knpa akhirnya bgini
kau pergi tanpa ada penyesalan
kau tak bilang taupun beri kabar
hanya sebuah tawa yg ku ingat dari mu
dan hnya sebuah derita yg saat ini menghiasiku
ku ingin slalu berasamamu
tak pernah kau ku tinggalkan
tpi ini yg kau mau maka sudah lah
ku hanya bisa ucapkan slmat tinggal

Readmore.....

Rembulan menangis

Disini ada rembulan sedang menangis
Kemuning jatuh menimpa pasir putih
Sedih kusambut malam
sepedih kidung kinanti
Meloloskan diri dari kepungan sepi
Terjerat pada tikaman dusta

Menderu lukaku tiada tertahankan lagi
Bunda…aku ingin di pangkuanmu
Melenakan sebentar
Dari berat jalanku ini
Angin sepoi ringan
mengelupaskan kedukaan
Rembulan di tepian pantai
masih menangis
Pada ombak yang berkejaran
Pada nyiur melambai pelan
Rembulan tersedu di ujung malam
Bertanya pada serpihan karang
Tiada cukupkah kata ampunan dariku
Sementara rembulan
melenggok gemulai
Meninggalkan sejuta pesona nestapa
Sebab cinta tertusuk duri…
Kasih sayang terbelah berserakan
kini berhamburan tiada tertahankan
bagai bunga berguguran..


Readmore.....